STRUCTURE OF
COMMUNITY OF ECHINODERMATA FAUNA AT MELINJO ISLAND ,KEPULAUAN SERIBU
Dewi Nurfitriana*, Fitri Yanti, Heni Kristina, Musdaliffah,
Pratiwi Widyamurti, Rima Fitriani, Waya Rayini
Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta
Jl. Pemuda 10
Rawamangun Jakarta Timur 13220 Telp/Fax (021) 4894909
Abstract
The research was
undertaken on Melinjo Island, Kepulauan Seribu at July 2011. Samples were
taken by five
transects by far 25 meters from
coastline to the sea, each of which consist of five quadrates of 100 x 100 cm. Results of this
research showed that on the site have been identified 64 species of echinodermata fauna. The most species was found from Echinoidea class, Diadema sp.
Key words:Echinodermata, Melinjo Island, structure of
community.
STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA
DI SEPANJANG PANTAI BAGIAN SELATAN PULAU MELINJO, KEPULAUAN SERIBU
Dewi Nurfitriana*, Fitri Yanti, Heni Kristina, Musdaliffah,
Pratiwi Widyamurti, Rima Fitriani, Waya Rayini
Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta
Jl. Pemuda 10
Rawamangun Jakarta Timur 13220 Telp/Fax (021) 4894909
Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Melinjo pada Juli 2011. Sampel diambil dengan menggunakan lima transek sejauh 25 meter dari garis pantai menuju laut. Setiap transek terdiri dari lima kuadrat yang berukuran 100 x 100 cm. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pada lokasi tersebut terdapat
64 spesies echinodermata. Spesies yang banyak di temukan yaitu dari kelas Echinoidea spesies
Diadema sp.
Kata kunci : Echinodermata,
Pulau Melinjo, struktur komunitas.
Pendahuluan
Hewan yang termasuk ke dalam
jasad perairan dibagi menjadi beberapa kelompok. Salah satunya, yaitu
identifikasi berdasarkan cara hidup hewan tersebut yang dibagi atas
5 (lima) kelompok, yaitu neuston, perifiton, plankton, nekton, dan bentos. Salah
satu organisme yang mudah diamati adalah bentos.
Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam
atau pada sedimen dasar
perairan. Berdasarkan cara pengambilan nutrisinya bentos dibagi menjadi dua, yaitu
fitobenthos dan zoobenthos. Zoobentos adalah hewan yang sebagian atau seluruh siklus
hidupnya berada di dasar perairan, baik sesil, merayap maupun menggali lubang
(Payne, 1996 dalam Sinaga, 2009).
Zoobentos ini dibedakan lagi berdasarkan ukuran tubuhnya, yaitu mikrozoobentos
dan makrozoobentos. Makrozoobentos merupakan kelompok hewan,
berukuran lebih besar dari 1 mm yang hidup di substrat dasar perairan.
Peranan makrozoobentos dalam perairan ada 2 yaitu berperan secara ekologis
dan berperan secara
ekonomis. Peran secara ekologis yaitu dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan
kondisi suatu perairan (Purnomo, 1989 dalam
Sinaga, 2009).
Sedangkan peran secara ekonomis yaitu beberapa jenis makrozoobentos (misalnya
kepiting) dapat menjadi sumber protein sehingga dapat
diperjualbelikan dan dijadikan mata pencaharian.
Habitat dari makrozoobentos beragam tergantung dari spesies. Contoh
habitatnya seperti pada lumpur, pasir, lumpur berpasir atau pasir berlumpur.
Dapat juga berupa batu-batu pipih dan batu kerikil.
Parameter yang mempengaruhi makrozoobentos ada dua, yaitu parameter fisika dan parameter
kimia. Parameter fisika berupa temperatur, warna dan kekeruhan air, substrat
dasar, dan kecepatan arus. Sedangkan, parameter kimia berupa salinitas, oksigen
terlarut/Dissolved Oxygen (DO), Biochemical
Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand
(COD), dan pH.
Bentos
dapat dibedakan dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan cara mengidentifikasi ukuran dari bentos
tersebut, pengklasifikasian menurut ukuran mereka dibagi menjadi 3 yaitu:
a). Microfauna: hewan yang memiliki
ukuran lebih kecil dari 0,1 mm, seluruh protozoa masuk dalam golongan ini,
b). Meiofauna: golongan hewan-hewan yang
mempunyai ukuran antara 0,1 mm sampai 1,0 mm. Ini termasuk protozoa yang bergolongan besar, cnidaria,
cacing-cacing yang berukuran sangat kecil, dan beberapa crustacean yang berukuran sangat kecil,
c). Macrofauna: Hewan-hewan yang
mempunyai ukuran lebih besar dari 1,0 mm. Ini termasuk golongan echinodermata, crustacea,annelida,
mollusca dan beberapa anggota phylum yang lain.
Echinodermata adalah berasal
dari bahasa Yunani, Echinos berarti
landak dan Derma yang berarti kulit.
Semua jenis Echinodermata hidup di laut, mulai dari daerah litoral sampai kedalaman 6000 m.
termasuk dalam filum Echinodermata antara lain bintang
laut, bulu babi, teripang, dan lain-lain. Umumnya berukuran besar, yang
terkecil berdiameter 1 cm
(Brotowidjoyo, 1994).
Habitat
dari Echinodermata berada di daerah rataan terumbu karang. Binatang ini dapat
menempati beberaapa habitat seperti rataan pasir (sand flat), timbunan karang
mati (rubbles dan boulders) dan daerah tubir karang (reef margin area). Di
Indonesia penyebaran binatang ini mengikuti penyebaran karang batu dan dapat
juga ditemukan di daerah pulau-pulau karang atau daerah pesisir yang ditumbuhi
karang batu (fringing reef) (Kobayashi dan Nakamura, 1967).
Salah satu habitat yang diduga
cocok untuk keberlangsungan hidup
Echinodermata adalah
pada substrat yang terdapat di
Sepanjang Pantai Bagian Selatan Pulau Melinjo, Kepulauan Seribu. Pulau Melinjo
dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan kegiatan menyelam bagi turis domestik
atau asing karena diduga memiliki keanekaragaman biota laut yang beragam. Didukung dengan kondisi Pulau Melinjo yang jarang terjamah oleh manusia diduga akan mempengaruhi struktur
komunitas Echinodermata.
Mengingat pentingnya peran Echinodermata pada perairan, maka perlu dilakukan penelitian tentang Echinodermata
di di Sepanjang Pantai Bagian Selatan Pulau Melinjo, Kepulauan Seribu.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan pada hari Minggu, 1 Mei 2011 di Pulau Menjangan dan Senin, 2 Mei 2011 di Pantai Labuan
Lalang,
Bali Barat.
a.
Tujuan Operasional
Penelitian
1) Mengidentifikasi
jenis makrozoobentos.
2) Menganalisis studi
komunitas makrozoobentos.
3) Mengukur parameter
lingkungan.
b.
Metode
Metode yang digunakan ialah metode deskriptif dengan desain
survei, dan pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling.
Pengukuran parameter fisik dan kimia dilakukan pada beberapa lokasi
berdasarkan topografi makrozoobentos.
c.
Alat
Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kamera, lembar pengamatan, alat
tulis, kalkulator, wadah spesimen, meteran gulung, meteran jahit, pasak,
kuadrat, tali kasur, termometer, pH meter, secchi disc, tongkat meteran,
turbidimeter, alat saring, baki plastik, lup, kertas label, dan buku
identifikasi makrozoobentos Shells of the World (A.P.H Oliver, 1980).
d.
Cara Kerja Penelitian
a)
Penentuan stasiun
Ditentukan 2 lokasi
penelitian, yaitu di Pulau
Menjangan dan Pantai Labuan Lalang. Pada tiap lokasi ditentukan masing-masing 4 stasiun pengamatan dan
pada tiap stasiun terdiri dari 4 plot.
b)
Pengambilan makrozoobentos
Diambil pada setiap plot yang telah ditentukan
dengan cara pengambilan langsung dan dikeruk pada kedalaman ± 5-10 cm. Kemudian disaring dan disortir
untuk diidentifikasi.
c)
Pengukuran parameter
lingkungan, meliputi:
Parameter fisik: temperatur air laut, penetrasi cahaya,
penetrasi (banyaknya) cahaya yang masuk ke dalam
air kedalaman
air, kecepatan arus,
dan kekeruhan air laut.
Parameter kimia: pH
air laut.
e.
Teknik Pengumpulan
Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan secara
langsung di lokasi penelitian dan identifikasi dilanjutkan di laboratorium.
f.
Teknik Pengumpulan
Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan secara
langsung di lokasi penelitian dan identifikasi dilanjutkan di laboratorium.
g.
Teknik Analisis Data
Analisis data meliputi:
a)
Distribusi, menggunakan indeks Morsita (Krebs, 1989 dalam Sinaga, 2009)
Id = n 

Keterangan:
Id = Indeks Morista
n = Jumlah pot
x2 = Kuadrat jumlah individu per
plot
untuk total n
plot
N = Jumlah total individu per
plot untuk
total n plot
Kriteria (Bengen, 1998 dalam Sinaga, 2009):
Id = 0…distribusi acak atau
random
Id > 1 distribusi kelompok
Id < 1 distribusi normal (seragam)
b)
Kelimpahan

Keterangan:
B = kelimpahan individu/ m2
T = luas 1 m2
(10000 cm2)
A = luas transek pengambilan
(m2)
P = jumlah individu
spesies ke-i
S = jumlah transek
pengambilan
c)
Keanekaragaman Simpson
(Sinaga dalam Komala, 2002)


Keterangan :
Ds = Indeks keanekaragaman
d =
Indeks dominan
ni =
jumlah individu jenis ke-i
N =
Jumlah total individu
Kriteria (Hardjosuwarno, 1990 dalam Darojah, 2005):
H > 3,0 → menunjukkan keanekaragaman sangat tinggi
H 1,6 – 3,0 → menunjukkan keanekaragaman tinggi
H 1,0 – 1,5 → menunjukkan keanekaragaman sedang
H < 1 → menunjukkan keanekaragaman rendah
Hasil
dan Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan pada Pulau Melinjo dibagian Selatan. Dari lokasi tersebut, diperoleh sebanyak 64
spesies Echinodermata yang dapat dikelompokkan
menjadi 5 kelas.
Spesies
yang paling banyak ditemukan di Pulau Melinjo adalah dari kelas Echinoidea
yaitu Diadema sp. sebanyak 58
individu, sedangkan 2 individu dari kelas Asteroidea spesies Linckia laevigata dan kelas Holothuroidea spesies Holothuria sp.. Namun untuk filum
Echinodermata dari kelas Crinoidea dan Ophiuroidea kami tidak menemukan
individu dari 2 kelas tersebut. Selain filum Echinodermata, kami juga menemukan
spesies dari filum Mollusca, yakni dari kelas Bivalvia spesies Tridacna sp.
Berdasarkan
analisis kami, hasil tersebut disebabkan karena kondisi lokasi penelitian yang
jaraknya berdekatan dengan tubir, dan tipe substrat di lokasi tersebut adalah
berkarang mati. Membuat berkurangnya keanekaragaman Echinodermata dan ekosistem
lamun tidak ditemukan.
Tabel 1. Daftar Jumlah
Komunitas Echinodermata yang ditemukan Sepanjang Pantai bagian Selatan Pulau
Melinjo, Kepulauan Seribu
No.
|
Kelas
|
Spesies
|
Transek
|
Plot
|
Jumlah
Individu
|
1.
|
Crinoidea
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2.
|
Asteroidea
|
Linckia laevigata
|
2
|
3
|
2
|
3.
|
Ophiuroidea
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4.
|
Echinoidea
|
Diadema sp.
|
1
|
3
|
8
|
4
|
11
|
||||
2
|
4
|
19
|
|||
3
|
4
|
6
|
|||
5
|
1
|
||||
5
|
3
|
6
|
|||
4
|
7
|
||||
Arbacia sp.
|
2
|
2
|
1
|
||
3
|
5
|
1
|
|||
5.
|
Holothuroidea
|
Holothuria sp.
|
3
|
3
|
1
|
4
|
4
|
1
|
No.
|
Kelas
|
Spesies
|
Transek
|
Plot
|
Jumlah
Individu
|
1.
|
Bivalvia
|
Tridacna sp.
|
2
|
3
|
1
|
3
|
5
|
1
|
|||
4
|
3
|
1
|
Jika dilihat dari komposisi jenisnya (lihat Diagram 1), maka kelas
yang lebih mendominasi kedua lokasi tersebut ialah Echinoidea.
Hal ini disebabkan oleh lokasi penelitian yang sebagiannya terdapat mangrove.
Hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis. Salah satunya dalah sebagai
penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari serasah (daun),
ranting, bunga, dan buah yang gugur. Sebagian detritus ini dimanfaatkan sebagai
bahan makanan oleh fauna makrobenthos pemakan detritus, sebagian lagi diuraikan
secara bacterial menjadi unsur hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
Diagram 1. Persentase komposisi Kelas Echinodermata di Pulau Melinjo

Tabel 2. Nilai parameter lingkungan di Pulau Melinjo
Parameter Fisik
|
Stasiun 1
|
Stasiun 2
|
Stasiun 3
|
Stasiun 4
|
Stasiun 5
|
Suhu
|
290
|
290
|
290
|
290
|
290
|
Parameter Kimia
|
Stasiun 1
|
Stasiun 2
|
Stasiun 3
|
Stasiun 4
|
Stasiun 5
|
pH
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
KESIMPULAN
Jumlah spesies Echinodermata yang ditemukan di
Pulau Melinjo di sepanjang Pantai Bagian Selatan sebanyak 64 individu. Spesies yang banyak di
temukan yaitu dari kelas Echinoidea spesies Diadema
sp.
SARAN
Peneliti berharap agar dapat dilaksanakan penelitian
lebih lanjut mengenai struktur komunitas Echinodermata sehingga dapat menyempurnakan dan melengkapi data
sebelumya.
DAFTAR PUSTAKA
Abercrombie, M.,
dkk. 1993. Kamus Lengkap Biologi.
Jakarta: Erlangga
Aziz, Asnam dan Darsono,
Prapto. 2000. Komunitas fauna Echinodermata di Pulau-Pulau Seribu bagian Utara.
Jakarta : LIPI
BTNBB (Balai Taman Nasional
Bali Barat) dalam Susetiono,dkk. 2010. Penyusunan
Panduan Evaluasi Efektifitas Pengelolaan untuk Kawasan Konservasi Laut di
Indonesia. Jakarta: LIPI
Burhanuddin, Andi
Iqbal. 2008. Peningkatan Pengetahuan Konsepsi Sistematika dan Pemahaman Sistem
Organ Ikan yang Berbasis SCL pada Mata Kuliah Ikhtiologi. Makasar: Universitas
Hasanuddin
Darojah, Yuyun. 2005. Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di
Ekosistem Perairan Rawapening Kabupaten Semarang. Semarang: Jurusan Biologi, Universitas Negeri Semarang
Djufri.
2002. Penentuan Pola Distribusi, Asosiasi, dan Interaksi Spesies Tumbuhan
Khususnya Padang Rumput di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Kastawi, Yusuf, dkk. 2005.
Zoologi Avertebrata. Malang : UM Press.
Suwignyo,
Sugiarti, dkk. 2005. Avertebrata Air
Jilid 1. Depok : Swadaya.
1 komentar:
Kalau jurnal asli, sebenernya dalam bentuk pdf. Kalau seperti ini, malah banyak yang meragukan sumbernya, karna khawatir kata-kata atau kalimatnya ada yang diganti atau bukan aslinya.
Posting Komentar